Seminar asional Kebijakan Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu II Pro Neoliberalisme

  • PDF
Seminar Nasional

Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dominasi ekonomi kapitalis (ekonomi neo liberalisme, atau apapun namanya) dimana kapital (modal) menjadi kekuatan utama dalam sistem ini, modal dalam hal ini uang memiliki kuasa (power) yang luar biasa dan bisa disimpulkan bahwa kuasa modal menentukan segalanya. Isu terkini yang sedang dihadapi Indonesia adalah terkait dengan penegakan hukum. Dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan mahasisawa kosentrasi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UNIJOYO ini mengangkat Tema “KEBIJAKAN PEMERINTAH KABINET INDONESIA BERSATU II PRO NEOLIBERALISME?” untuk menyikapi persoalan yang terjadi di Negara kita. Seminar ini dihadiri oleh:

  • MH. Said Abdullah
(Anggota DPR RI Dapil Madura)

 

  • Prof. Eko Sugitario, SH. M.si

  • Prof. Iwan Triyono, SE. M.si, Phd

Sebagai pembicara dalam Seminar Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 18 November 2009 di Auditorium Universitas Trunojoyo ini, Menyingkap Kebijakan Perekonomian pemerintah Indonesia, bahwasanya,  Hukum di Indonesia ternyata merupakan sebuah komoditas yang dapat diperjual-belikan, hal ini sangat memungkinkan mengingat modal dapat melakukan kehendak bebas siapa yang memiliki modal besar, maka dialah yang berkuasa, dialah raja. Seperti halnya kasus kisruh KPK, POLRI, dan kejaksaan tidak karena intervensi modal yang masuk terlalu dalam dan jauh dalam system dan praktik hukum. Seorang kapitalis(capitalis) dapat secara bebas membeli para pejabat Negara untuk kepentingan kapitalis itu sendiri. Seorang kapitalis tidak pernah memperdulikan etika dalam upaya merealisasikan kepentinganya, sesungguhnya bukan rahasia umum lagi jika petinggi Negara dapat dibeli atau diperjual belikan karena kuasa modal, hal yang sama juga ditemukan di pemerintahan daerah. Tidak sedikit pejabat tinggi daerah juga menjadi komoditas dan permainan kuasa modal karena dengan kuasa modal mereka dapat diminta untuk membuat kebijakan atau tindaka yang menguntungkan pemilik modal. Akhirnya tidak sedikit kebijakan-kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang pro modal, padahal kebijakan pro-modal banyak menimbulkan efek negative, seperti eksploitasi atas manusia berekonomi skala kecil, eksploitasi atas alam, eksploitasi atas kekayaan Negara/bangsa, eksploitasi atas pejabat Negara, dan lain-lainya. Indonesia dengan cirri kekeluargaanya yang diwujudkan dalam bentuk ekonomi kelembagaan koperasi ternyata kalah arus. Tidak kuat menahan kuatnya arus modal, koperasi akhirnya menjadi lembaga ekonomi yang yang tidak popular, koperasi akhirnya mati tidak, hidupun tidak. Koperasi menjadi museum hidup yang tidak menggairahkan. Disamping ekonomi koperasi, Indonesia juga memiliki ekonomi syariah, ekonomi syariah secara formal mulai ada sejak 1992 sejak adanya undang-undang perbankan yang mengijinkan bank beroperasi dengan system bagi hasil, system ini sangat mungkin bias hidup di Indonesia mengingat penduduknya yang mayoritas muslim, tapi benarkah system ekonomi ini bebas dari kuasa modal? Tentu saja tidak terlepas dari kuasa modal. Hal ini menunjukan bahwa modal adalah sebuah entitas yang sangat berkuasa, lalu apa yang dapat mengimbangi MODAL? Yakni, MORAL dan Ekonomi Moral lah yang menjadi solusi atas kuasa modal dalam system perekonomian yang ada saat ini dan dapat mengatasi masalah ekonomi langsung pada akarnya, Ekonomi moral berangkat dari sebuah paradigma bahwa pada hakikatnya manusia, alam, dan tuhan itu berada dalam hubungan satu kesatuan utuh yang harmonis dan seimbang. (humas!!!)

Share this post

Add comment


Security code
Refresh