Seminar Nasional "Kedaulatan Pangan dan Energi "

  • PDF

Pada forum sidang umum di KTT Bumi di Rio de Janeiro, Kamis (21/6), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara dan menyatakan berbagai usaha yang sudah dilakukan Indonesia untuk melindungi lingkungan.

Beberapa hal yang diajukan Presiden sBY sebagai bukti pada forum sidang umum PBB ini termasuk upayanya pada 2007 mengakomodasi negosiasi di forum PBB lain, Konferensi Perubahan Iklim yang waktu itu berlangsung di Nusa Dua, Bali.

Presiden juga menyebut soal moratorium buat izin-izin baru atas hak-hak pembukaan hutan primer serta lahan gambut yang ia keluarkan pada 2011. Lalu menyebut juga soal Coral Reef Triangle atau konferensi terumbu karang yang berlangsung pada 2007. Menurut SBY dalam pidatonya, konferensi untuk menyelamatkan terumbu karang itu adalah inisiatif Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah satu dari 191 kepala negara yang datang dan berkumpul di Rio de Janeiro untuk mencoba merumuskan langkah-langkah menuju sebuah sistem ekonomi baru bernama 'ekonomi hijau'.

Bumi, dengan jumlah penduduk yang mencapai 7 miliar, tidak akan lagi bisa memenuhi kebutuhan semua penduduknya. Bahwa kita hidup di planet yang sudah melebihi kapasitas dalam kemampuan memberi makan penduduknya

Seminar yang di helat Di auditorium universitas trunojoyo madura, di prakarsai oleh Fakultas Pertanian. dalam seinar kali ini mendatangkan wakil menteri Perdagangan Ri yaitu Dr. Bayu Krisnamurthi, M.Si., dalam kesempatan ini menyampaikan, Ekonomi hijau diperlukan sebagai pengganti dari sistem ekonomi yang kita kenal selama ini. Alasannya, sistem ekonomi yang kita jalani sekarang terbukti merusak lingkungan. Terlihat hutan-hutan dunia yang mulai habis, begitu pula stok ikan di lautan atau kerusakan terumbu karang, atau semakin tipisnya persediaan minyak bumi yang mendasari hampir semua aktivitas ekonomi serta energi kita.

 DSC0340

Idealnya, sistem ekonomi hijau akan memastikan bahwa setiap negara, dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, melakukannya dengan cara yang bertanggungjawab dan melindungi lingkungan.

Dalam forum sidang PBB tersebut, Presiden SBY mencoba meyakinkan bahwa, "Kepedulian terhadap lingkungan ada di jantung pembangunan Indonesia." Presiden juga mengatakan bahwa sudah waktunya bagi Indonesia menuju jalur pembangunan rendah karbon dan mulai beralih ke sumber energi terbarukan.

Ekonomi hijau, menurut SBY, adalah kesempatan untuk menghancurkan mitos bahwa pembangunan berarti menebang hutan, mengeluarkan polusi karbondioksida, atau menyebabkan kesenjangan ekonomi.  

Kata-kata yang indah. Pasalnya, belum ada upaya jelas bagaimana Indonesia akan beralih ke ekonomi hijau. Salah satu yang dipamerkan Indonesia adalah keinginannya untuk mengurangi emisi karbondioksida sebanyak 26 persen pada 2020 dan 41 persen dengan bantuan internasional terutama dengan mempertahankan hutan dalam skema REDD.

REDD atau Reducing Emissions from Deforestation and Land Degradation adalah skema yang memungkinkan negara-negara maju untuk membayar negara berkembang atas jasa penyerapan karbon dari hutan-hutan di negara berkembang.

Menanggapi pidato Presiden SBY di Rio de Janeiro, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Abdon Nababan mengatakan, "Tampaknya yang ditangkap pemerintah Indonesia justru kapitalisme hijau, berlawanan dengan konsep ekonomi hijau yang dipaparkan oleh lembaga lingkungan PBB, UNEP."

Salah satu elemen ekonomi hijau yang dipaparkan UNEP adalah bagaimana agar upaya mengurangi kemiskinan di sebuah negara tidak mengancam kondisi lingkungan. Sementara di Rio de Janeiro, Presiden SBY, menurut Abdon, tidak mengemukakan soal konflik-konflik antara rakyat dan sumber daya mineral yang kini sering terjadi di Indonesia ke forum internasional.

Seperti kita tahu, konflik di Mesuji; Sape, Bima; atau Pulau Padang muncul di pemberitaan media di Indonesia dalam enam bulan terakhir. Belum lagi menghitung hilangnya keanekaragaman hayati Indonesia, seperti orangutan, gajah, atau harimau, yang mati akibat konflik habitat dengan perusahaan sawit atau industri kayu atau menghitung pencemaran limbah ke alam dari sektor-sektor tersebut.

Padahal, konflik agraria, tergusurnya penduduk asli dari suatu daerah karena konsesi tambang atau hak pengelolaan hutan, bukanlah masalah yang hanya ada di Indonesia saja. Demo menentang tambang emas atau aktivitas perebutan lahan milik warga juga terjadi di Peru, misalnya.

"Indonesia harusnya mengangkat ini ke persoalan global, bahwa masalah-masalah konflik tanah atau sumber daya yang terjadi di negara berkembang adalah realita dunia dan bukan hanya di Indonesia saja. Masalah-masalah ini pun muncul karena rezim-rezim dan sistem dari negara maju. Kita tidak harus mengamini konsep green economy yang diajukan di sini. Kenapa kesannya sekarang kita hanya mengubah green economy jadi greed economy (ekonomi kerakusan). Yang saya lihat di sini mereka hanya jualan."

REDD menurut Abdon memang bisa menjadi pintu masuk buat Indonesia ke ekonomi hijau. Hanya saja, saat ini, proyek REDD seolah menjadi cara utama bagi Indonesia untuk mendapat pendanaan dengan cara yang 'hijau'. Padahal dokumen The Future We Want sebanyak 49 halaman yang menjadi hasil KTT Bumi ini menghasilkan serangkaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals -- SDG) yang mencakup isu-isu luas, lebih dari sekadar menjaga hutan tetap lestari untuk mendapat pemasukan.

Ada pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan, energi bersih, pembangunan kota-kota hijau serta transportasi ramah lingkungan, kesehatan serta kesehatan reproduksi, sampai turisme, misalnya.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya saat ditanya soal arah ekonomi hijau Indonesia sebenarnya sudah menyebut soal pengembangan teknologi untuk energi terbarukan serta praktik pertanian yang tidak merusak lingkungan. Namun dua aspek itu masih terlalu kecil jika dibanding dengan luasnya cakupan ekonomi hijau yang disebut dalam dokumen PBB.

Kambuaya menambahkan bahwa baru setelah kembali ke Indonesia nanti pemerintah akan melakukan pertemuan tingkat tinggi sendiri agar masing-masing kementerian menentukan langkah-langkah mereka menerapkan ekonomi hijau. Tetapi, ia menegaskan, tidak akan ada yang berubah dari aktivitas ekstraksi sumber daya alam di Indonesia. "(Ekonomi hijau) bukan berarti berhenti mengambil sumber alam, tetap mengambil sumber daya alam tapi tidak merusak. Silakan bekerja, tapi harus menjaga aturan lingkungan."  Tampaknya benar, belum ada perubahan paradigma berarti dari cara pemerintah mengartikan ekonomi hijau. Bekerja seperti biasa."( Dari Berbagai narasumnber)"

Share this post

Add comment


Security code
Refresh